Jumat, 19 Februari 2010

Aneka Sumber Belajar

0 komentar
PERENCANAAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER

Prof. Dr. Abd. Hamid K , M.Pd
(Dekan FT Unimed dan Ketua DPC IPTPI Sumut)



A. PENDAHULUAN
Belajar berbasis aneka sumber (Bebas) adalah menjadi paradigma belajar saat ini, hal ini dilakukan agar pebelajar memperoleh berbagai pengalaman belajar sehingga terjadi perubahan dalam dirinya menuju ke arah yang lebih baik. Untuk itu, pebelajar (siswa/mahasiswa) harus sebanyak-banyaknya berinteraksi dengan sumber belajar. Dalam bidang pendidikan dan pelatihan kita merasakan adanya beberapa kecenderungan, yaitu: (1) bergesernya paradigma pendidikan dan pelatihan dari sistem yang berorientasi pada guru/dosen ke sistem yang berorientasi pada pebelajar. Seiring dengan ini akan terjadi pula pergeseran peran guru/dosen dan pebelajar dalam proses pembelajaran karena makin banyaknya tersedia sumber-sumber belajar alternatif, di samping guru/dosen, (2) tumbuh dan makin memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh sebagai system pendidikan alternative yang memungkinkan proses pendidikan dan pembelajaran dilakukan secara lebih luas, efisien, efektif dan dapat diekses oleh siapa saja yang memerlukan tanpa pandang jenis kelamin, usia, tempat tinggal , status ekonomi maupun pengalaman pendidikan sebelumnya, (3) makin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia sebagai dampak makin banyak dan mudahnya informasi diperoleh baik yang bermanfaat maupun tidak, (4) makin diperlukannya standar kualitas global dalam kerangka persaingan global. Sistem akreditasi antar lembaga pendidikan baik di dalam maupun luar negeri nampaknya akan semakin penting karena makin ramainya lalu lintas transfer kredit antar lembaga terutama perguruan Tinggi, (5) semakin diperlukannya pendidikan sepanjang hayat, sejalan dengan menipisnya batas antara masa sekolah dan masa berkerja disatu pihak dan berkembang atau berubahnya pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan di masyarakat.
Kecenderungan-kecenderungan di atas secara perlahan namun pasti akan makin menampakkan wujudnya dalam kegiatan pembelajaran berkat terus berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi. Oleh karena itu, besar kecilnya kadar pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam pembelajaran akan mempengaruhi seberapa cepat kecenderungan tersebut dalam dunia pendidikan. Berkaitan dengan ungkapan di atas, maka nampaknya guru/dosen merupakan tenaga pelaksana yang sangat menentukan. Di antara faktor-faktor lain, guru sebagai penggerak proses belajar mengajar memainkan peranan yang sangat besar. Tingkat keterlibatan pebelajar serta interaksi yang terjadi dalam proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru, apakah ia mampu mengembangkan suatu sistem instruksional yang baik ataukah tidak. Guru yang profesional akan selalu secara swadaya menerapkan berbagai alternative pendekatan dalam pengelolaan proses belajar mengajar untuk menghasilkan suatu proses belajar mengajar yang inovatif dan lebih efisien.
Upaya mengembangkan prosedur merancang pembelajaran amat penting dilakukan. Esensi rancangan adalah merancang seperangkat tindakan yang bertujuan untuk mengubah situasi yang ada ke situasi yang diinginkan. Dengan tidak mengesampingkan fungsi guru yang lain, jelaslah bahwa fungsi merancang pembelajaran merupakan fungsi yang sangat esensial karena pengelolaan dan evaluasi pembelajaran pada hakikatnya tergantung kepada rancangan pembelajaran yang telah dibuat guru. Belajar mengajar sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu komponen di dalamnya adalah sumber belajar. Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti kebenarannya, yaitu bahwa pebelajar harus sebanyak-banyaknya berinteraksi dengan sumber belajar. Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diharapkan dapat diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang optimal. Dengan demikian penggunaan aneka sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting. Selain melengkapi, memilihara, dan memperkaya proses pembelajaran sumber belajar berkedudukan untuk meningkatkan kegiatan akademik pebelajar.
Dengan dimanfaatkannya aneka sumber belajar secara maksimal, pemahaman tidak akan terbatas pada apa yang diperolehnya melalui kegiatan tatap muka tetapi akan mampu menggali berbagai jenis ilmu pengetahuan terutama yang sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga pengetahuannya senantiasa up to date dan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang senantiasa berubah. Belajar tidak hanya terbatas menggunakan sumber belajar yang berupa bahan-bahan cetakan saja seperti buku yang hanya menekankan dimensi visual, tetapi lebih dari itu. Proses belajar dapat meliputi pemanfaatan semua indra kita secara total dan terpadu. Buku hanya sebagian dari sarana pembawa pesan kepada kita untuk kita pelajari karena masih banyak lagi sumber-sumber lain yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran, misalnya audio, video, slide suara, overhead projector, internet, cd-rom dan lain-lain.
Degeng (1990:81) menyatakan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat digunakan oleh pebelajar agar terjadi perilaku belajar. Lebih lanjut Degeng menyatakan bahwa peranan pokok sumber belajar dalam proses pembelajaran adalah “mentransmisi” rangsangan atau informasi kepada pebelajar. AECT (1977:9) mendefinisikan sumber belajar adalah meliputi semua sumber (data, orang, bahan dan alat) yang dapat digunakan oleh pebelajar dalam belajar baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah pebelajar dalam mencapai tujuan belajarnya. Dari apa yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa sumber belajar adalah segala hal yang dapat memberikan kemungkinan kepada seseorang memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dalam proses. Hal ini menunjukkan adanya aneka ragam sumber belajar yang masing-masing mempunyai kegunaan tertentu yang mungkin sama atau bahkan berbeda dengan sumber belajar yang lainnya. Pada hakikatnya tidak ada satu sumber belajarpun yang dapat memenuhi segala macam keperluan. Dengan demikian, berbicara mengenai sumber belajar perlu diartikan dalam arti yang jamak dan beraneka ragam serta pemilihan sumber belajar perlu dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan belajar.

B. KLASIFIKASI SUMBER BELAJAR
Pembuatan klasifikasi sumber belajar dapat didekati dari peranan sumber belajar dalam pembelajaran, atau dari tingkat keabstrakan/kekonkritan suatu media atau juga dari struktur belajar mengajar dimana sumber belajar itu dipakai. AECT (1977) membedakan sumber belajar menjadi dua jenis, yakni (1) sumber belajar yang direncanakan (by design), yaitu semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai “komponen system instruksional” untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal, (2) sumber belajar yang dimanfaatkan (by utilization), yaitu sumber-sumber yang tidak secara khusus di desain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan digunakan untuk keperluan belajar.
Peranan pokok sumber belajar dalam proses pembelajaran adalah “mentransmisi” rangsangan atau informasi kepada pebelajar. Ungkapan “transmisi” dalam konteks ini punya dimensi banyak dan dapat dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan ini amat berguna sebagai alat bantu mengorganisasi dimensi sumber belajar. Kemp (1985:139) mengklasifikasi sumber belajar dengan menggunakan pendekatan bentuk belajar-mengajar, kelas besar, kelompok kecil, dan belajar sesuai dengan kecepatan pebelajar secara perseorangan. Lebih lanjut menurut Kemp pemilihan suatu sumber belajar didasarkan pada karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan karakteristik isi bidang studi yang ingin dipelajari. Di samping faktor-faktor lain seperti tersedia tidaknya media itu dan mampu tidaknya dosen/guru menggunakannya.
Klasifikasi manapun yang dipilih dapat dipakai sebagai penuntun dalam menetapkan strategi penyampaian pembelajaran. Sebenarnya ada dua variable yang mempengaruhi pemilihan strategi penyampaian pembelajaran, yaitu karakteristik bidang studi dan tersedia tidaknya sumber belajar. Karakteristik bidang studi perlu menjadi pertimbangan khusus ketika memilih media pembelajaran yang akan digunakan menyampaikan pembelajaran. Terutama dikaitkan dengan tingkat kecermatan suatu media dalam menyampaikan pembelajaran, kemampuan khusus yang dimiliki oleh suatu media serta pengaruh motivasional yang mampu ditimbulkannya.

C. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANEKA SUMBER
Pembelajaran atau pengajaran ungkapan yang lebih dikenal sebelumnya adalah “upaya untuk membelajarkan siswa (pebelajar)”. Dalam batasan ini secara implicit terlihat bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti perencanaan (design) pembelajaran.
Ungkapan pembelajaran dipakai karena lebih tepat menggambarkan upaya untuk membangkitkan prakarsa belajar pebelajar. Di samping itu, ungkapan pembelajaran memliki makna yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perencanaan (disain) upaya membelajarkan pebelajar. Dalam belajar, pebelajar tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa, bukan apa yang dipelajari siswa”. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan ini, yaitu berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran, dan mengelola pembelajaran. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kajian inti dari pembelajaran adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Bagaimanapun juga secara umum pemilihan, penetapan dan pengembangan variable metode pembelajaran haruslah berpijak pada 4 hal penting, yang dikelompokkan ke dalam variable kondisi pembelajaran, yaitu (1) apa tujuan yang ingin dicapai, (2) apa isi yang harus dipelajari untuk mencapai tujuan, (3) apa sumber belajar yang tersedia, dan (4) bagaimana karakteristik pebelajar. Tanpa pijakan ini, kecil sekali kemungkinan untuk dapat mengembangkan metode pembelajaran yang optimal. Dengan ungkapan lain, pengembangan metode pembelajaran yang optimal haruslah didahului dengan kegiatan analisis kondisi pembelajaran.
Pada hakikatnya, pembelajaran memiliki unsur-unsur yang saling terkait dan menunjang dalam pencapian hasil. Itulah sebabnya pembelajaran disebut juga sebagai sistem. Komponen utamanya adalah pengembangan, pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Pada saat ini telah banyak model-model desain pembelajaran yang dikembangkan para ahli yang dapat digunakan sebagai panduan atau kerangka acuan untuk merancang program pembelajaran maupun untuk mengembangkan suatu sistem pembelajaran, seperti model Briggs, model Banathy, model Kemp, model PPSI, model Gerlach dan Ely, model IDI, model Dick dan Carey, model Degeng dan lain-lain. Berikut ini dapat dikemukakan langkah-langkah perencanaan (desain) pembelajaran model Degeng (1990):
Analisis Tujuan dan Karakteristik isi bidang studi
Pengukuran Hasil Pembelajar-an


Penetapan Strategi Pengelolaan
Penetapan tujuan Belajar dan Isi Bidang Studi
Analisis sumber Belajar
Analisis Karakteristik Pebelajar
Penetapan Strategi Penyampaian
Penetapan Strategi Pengorganisasian





















GBR. MODEL DESAIN PEMBELAJARAN “DEGENG”


1. Analisis tujuan pembelajaran dan karakteristik bidang studi
Analisis Tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi perlu dilakukan pada tahap awal kegiatan perancangan pembelajaran.. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui tujuan pembelajaran apa yang diharapkan dikuasai pebelajar setelah menyelesaikan satu matapelajaran tertentu. Sebagai tujuan akhir dari suatu kemampuan yang utuh dari domain-domain tertentu (pengetahuan, ketrampilan, atau sikap). Tujuan pembelajaran sebagai suatu kemampuan yang utuh adalah hasil sintesis dari beberapa kemampuan khusus (dasar). Analsisis karakteristik isi bidang studi dilakukan untuk mengetahui tipe isi bidang studi apa yang akan dipelajari pebelajar. Apakah berupa fakta, konsep, prinsip, atau prosedur. Demikian juga untuk mengetahui bagaimana struktur isi bidang studinya. Artinya, bagaimana struktur orientasi dan struktur pendukung isi bidang studi yang akan dipelajari pebelajar. Merril (1979) mengkalsifikasi tipe isi bidang atas: fakta, konsep, prinsip, dan prosedur,dan mengklasifikasi unjuk kerja atas: mengingat, menggunakan dan menemukan.
1. Analisis sumber belajar
Analsisis sumber belajar dilakukan segera setelah langkah analisis tujuan dan karakteristik bidang studi. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui sumber-sumber belajar apa yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Hasil dari kegiatan ini akan berupa daftar sumber belajar yang tersedia yang dapat mendukung proses pembelajaran. Langkah ini juga disebut dengan analisis kendala, yaitu analisis untuk mengetahui keterbatasan-keterbatasan sumber-sumber belajar termasuk pula keterbatasan waktu dan dana. Analsisis ini akan amat bermanfaat dalam mempreskripsikan startegi penyampaian isi pembelajaran yang optimal. Kendala didefenisikan sebagai keterbatasan sumber-sumber belajar, termasuk pula keterbatasan waktu dan dana. Bagaimanapun juga strategi penyampaian yang dipilih dan akan dilaksanakan, mau atau tidak harus mempertimbangkan variable ini. Adalah tidak masuk akal memilih suatu strategi penyampaian yang tidak didukung oleh sumber-sumber belajar.
Di samping faktor tersedianya sumber belajar, keterbatasan waktu juga perlu diperhatikan. Factor ini amat menentukan berhasil tidaknya penggunaan suatu strategi. Realisasi dari faktor ini akan nampak sekali dalam penyediaan sumber-sumber belajar. Faktor lain yang termasuk kelompok kendala adalah waktu. Keterbatasan waktu banyak memepengaruhi pemilihan strategi penyampaian. Beberapa media pembelajaran, atau kegiatan belajar tertentu, atau penstrukturan kelas membawa konsekuensi khusus pada alokasi waktu belajar. Menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan media film, umpamanya membutuhkan waktu lebih singkat dari pada mengamati langsung suatu proses kegiatan. Kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat menerima, membutuhkan waktu lebih singkat daripada kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat menemukan. Menyampaikan pembelajaran kepada kelompok besar lebih menghemat waktu dari pada kelompok-kelompok kecil, atau kepada perseorangan.
Ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui oleh guru/dosen dalam memanfaatkan berbagai sumber belajar, antara lain:
Tujuan pembelajaran hendaknya dijadikan pedoman dalam memilih sumber belajar.
Pokok-pokok bahasan yang menjelaskan analisis isi bidang studi yang akan disajikan kepada pebelajar. Hal itu perlu dilakukan sebagai dasar pemilihan serta pemanfaatan sumber belajar agar materi yang disajikan melalui sumber-sumber belajar dapat memperjelas dan memperkaya isi bahan.
Pemilihan strategi penyampaian pembelajaran yang sesuai dengan sumber belajar. Strategi sangat erat kaitannya dengan sumber belajar bahkan sesungguhnya strategi itu termasuk ke dalam salah satu jenis sumber belajar.
Sumber-sumber belajar yang dirancang berupa media pembelajaran dan bahan tertulis yang tidak dirancang.
Pengaturan waktu sesuai dengan luas pokok bahasan yang akan disampaikan kepada pebelajar. Waktu yang diperlukan untuk menguasai materi tersebut akan mempengaruhi sumber belajar yang dipergunakan.
Bentuk evaluasi yang akan digunakan.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hasil akhir dari analisis sumber belajar adalah berupa daftar sumber belajar yang tersedia dan dapat dipakai untuk keperluan pembelajaran. Langkah-langkah berikut ini perlu diperhatikan:
a. Pilih klasifikasi sumber belajar
b. Gunakan klasifikasi ini untuk mengidentifikasi sumber-sumeber belajar yang tersedia di lingkungan dimana pembelajaran itu akan dilaksanakan
c. Analisisis kualitas dan kuantitas sumber belajar. Analisis kualitas dilakukan berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan karakteristik bidang studi yang akan dipelajari pebelajar. Analisis kualitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kecermatan media untuk menyampaikan isi. Kemampuan-kemampuan khusus yang mampu ditampilkan suatu media, serta pengaruh motivasional yang mampu ditampilkannya.
d. Buat daftar sumber belajar yang siap dipakai. Daftar ini hanya memuat sumber-sumber belajar yang benar-benar akan dipakai sebagai media untuk menyampaikan isi pembelajaran.

2. Analisis karakteristik pebelajar
Menganalisis karakteristik pebelajar dimaksudkan untuk mengetahui cirri-ciri perseorangan pebelajar. Beberapa yang termasuk di dalamnya adalah bakat, kematangan tingkat berpikir, motivasi, dan kemampuan awalnya. Hasil dari langkah ini akan berupa daftar yang memuat pengelompokkan karakteristik pebelajar. Karakteristik pebelajar ini sangat berguna sebagai pijakan dalam pemilihan strategi pengelolaan pembelajaran yang optimal. Ini dilakukan karena karakteristik pebelajar amat penting perannya dalam meningkatkan kebermaknaan pembelajaran yang selanjutnya membawa dampak dalam memudahkan proses-proses internal yang berlangsung dalam diri pebelajar ketika belajar. Langkah-langkah berikut dapat dgunakan untuk melakukan analisis karakteristik Pebelajar, yaitu:
a. Melakukan pengamatan kepada pebelajar secara perorangan. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan awal, angket dan wawancara.
b. Tabulasi karakteristik perseorangan pebelajar. Hasil pengamatan yang dilakukan pada langkah pertama ditabulasi untuk mendapat klasifikasi dan rinciannya. Hasil tabulasi akan dapat dipakai untuk membuat daftar klasifikasi karakteristik yang menonjol yang perlu diperhatikan dalam penetapan strategi pengelolaan.
c. Pembuatan daftar karakteristik pebelajar. Daftar karakteristik pebelajar perlu dibuat sebagai dasar menentukan stratgei pengelolaan pembelajaran. Perlu diperhatikan dalam pembuatan daftar ini adalah bahwa daftar haruslah selalu disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan belajar yang dicapai pebelajar secara perseorangan.


3. Menetapkan Tujuan dan Isi Pembelajaran
Menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran ini sebenarnya sudah dapat dilakukan segera setelah melakukan analisis tujuan (standar kompetensi) dan karakteristik isi bidang studi. Hasil dari langkah ini akan berupa daftar yang memuat tujuan khusus pembelajaran (sering juga disebut tujuan belajar, atau istilah sekarang dapat disebut dengan kemampuan dasar), dan tipe serta struktur isi yang akan dipelajari pebelajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran ini amat bermanfaat untuk mempreskripsikan strategi pengorganisasian pembelajaran tingkat mikro. Tujuan khusus inilah yang akan memberi arah isi bidang studi apa yang akan disajikan dan sekaligus bagaimana mengorganisasinya.

4. Menetapkan strategi pengorganisasian isi
Menetapkan strategi pengorganisasian pembelajaran segera dapat dilakukan setelah analisis dan penetapan tipe serta karakteristik isi pembelajaran. Pemilihan strategi pengorganisasian pembelajaran amat dipengaruhi oleh apa tipe isi bidang studi yang dipelajari dan bagaimana struktur isi itu. Hasil dari langkah ini akan berupa penetapan model untuk mengorganisasi isi bidang studi, baik tingkat makro maupun mikro. Strategi pengorganisasian makro diacukan untuk menata keseluruhan isi bidang studi, dan startegi pengorganisasian mikro diacukan untuk menata sajian suatu konsep, atau prinsip, atau prosedur.

5. Menetapkan strategi penyampaian pembelajaran
Menetapkan startegi penyampaian pembelajaran didasarkan pada hasil analisis sumber belajar. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa hasil analisis sumber belajar akan berupa daftar sumber belajar yang tersedia dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Pada langkah ini daftar yang sudah dibuat tersebut dijadikan dasar dalam memilih dan menetapkan strategi penyampaian pembelajaran. Hasil kegiatan dalam langkah ini akan berupa penetapan model untuk menyampaikan isi pembelajaran. Banyak model-model untuk menyampaikan isi pembelajaran ini, di antaranya model pembelajarn aktif, pembelajaran mandiri, pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, dan lain-lain. Strategi penyampaian pembelajaran mengacu kepada cara-cara yang dipakai untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar, dan sekaligus untuk menerima serta merespon masukan-masukan dari pebelajar. Oleh karena fungsinya seperti ini, maka strategi ini juga dapat disebut sebagai metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Metode pembelajaran berfungsi untuk sebagai cara dalam menyajikan isi pelajaran kepada pebelajar untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai metode dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran, di antaranya yaitu metode ceramah, metode demonstrasi, metode penampilan, metode diskusi, metode studi mandiri, metode latihan, metode simulasi, metode sumbang saran, metode studi kasus, metode computer assted learning, metode praktikum, metode proyek, metode bermain peran, metode seminar, dan sebagainya.
Gagne dan Briggs (1979) menyebut strategi ini dengan delivery system, yang didefinisikan sebagai “ the total of all components necessary to make an instructional system operate as intended”. Dengan demikian, strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik, guru, bahan-bahan pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran. Dengan ungkapan lain, media merupakan satu komponen penting dari strategi penyampaian pembelajaran. Paling tidak ada 3 komponen yang perlu diperhatikan dalam mempreskripsikan strategi penyampaian, yaitu media pembelajaran, interaksi peblajar dengan media , dan bentuk (struktur ) belajar mengajar.
Media pembelajaran adalah komponen startegi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada pebelajar, apakah itu, orang, alat atau bahan. Martin dan Briggs (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pebelajar. Ini dapat berupa perangkat keras, seperti computer, televise, proyektor, dan perangkat lunak yang digunakan pada perangkat-perangkat keras itu. Dengan menggunakan batasan Martin dan Briggs, guru juga termasuk media pembelajaran sehingga merupakan bagian dari kajian strategi penyampaian. Bentuk interaksi antara pebelajar dengan media merupakan komponen penting kedua untuk mempreskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini penting karena uraian mengenai strategi penyampaian tidaklah lengkap tanpa memberi gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu media pada kegiatan belajar pebelajar. Itulah sebabnya komponen ini lebih menaruh perhatian pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh pebelajar dan bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan-kegiatan itu. Kegiatan belajar yang dapat dilakukan seorang pebelajar untuk mencapai tujuan khusus (kemampuan dasar) yang telah ditetapkan banyak sekali ragamnya. Mulai dari kegiatan yang paling dasar, seperti membaca, mendengarkan, menulis, sampai kepada kegiatan-kegiatan yang jauh lebih kompleks yang mengintegrasikan kegiatan-kegiatan dasar tersebut, seperti mengerjakan tugas, sajian kelas, membuat laporan, diskusi dan sebagainya. Hasil belajar terjadi dalam diri pebelajar ketika mereka berinteraksi dengan media, karena itu tanpa media belajar tidak akan pernah terjadi.
Struktur belajar mengajar atau pola kegiatan belajar mengajar juga merupakan dasar dalam memilih strategi penyampaian pembelajaran. Menurut Ely (1979) pada dasarnya ada tiga macam pola dasar kegiatan belajar mengajar ditinjau dari segi jumlah pebelajar yang belajar, yaitu pembelajaran untuk group besar 30 orang atau lebih, pembelajaran untuk group kecil 5- 15 orang, dan pembelajaran individual 1- 3 orang. Cara-cara untuk menampilkan pembelajaran ini lebih mengacu kepada komponen media dan interaksi media dengan pebelajar. Penyampaian pembelajaran dengan ceramah misalnya menuntut penggunaan media guru, dan dapat diselenggarakan dalam kelas besar. Penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menuntut penggunaan media yang berbeda dari kelas kecil. Demikian juga untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri.
.
6. Menetapkan strategi pengelolaan
Menetapkan strategi pengelolaan pembalajaran amat tergantung pada hasil analisis karakteristik pebelajar. Klasifikasi karakteristik pebelajar yang dibuat ketika melakukan analisis karakteristik dijadikan sebagai dasar memilih dan menetapkan strategi pengelolaan. Langkah ini sudah dapat dikerjakan segera setelah selesai melakukan analisis karakteristik pebelajar. Hasil dari langkah ini akan berupa model strategi pengelolaan yang meliputi penjadualan kegiatan belajar mengajar, pengelolaan motivasional, pembuatan catatan tentang kemajuan belajar siswa, dan penetapan kontrol belajar.
Strategi pengelolaan pembelajaran berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara pebelajar dengan strategi-strategi pembelajaran lainnya, yaitu strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian pembelajaran. Lebih khusus, strategi pengelolaan berkaitan dengan penetapan kapan suatu startegi atau komponen suatu tepat dipakai dalam suatu situasi pembelajaran. Penjadualan penggunaan strategi pembelajaran mengacu kepada kapan dan berapakali suatu strategi pembelajaran atau komponen strategi pembelajaran dipakai dalam suatu situasi pembelajaran. Pembuatan catatan kemajuan belajar pebelajar mengacu kepada kapan dan berapa kali penilaian hasil belajar dilakukan, serta bagaimana prosedur penilaiannya. Pengelolaan motivasional mengacu kepada cara-cara yang dipakai untuk meningkatkan motivasi belajar pebelajar. Kontrol belajar mengacu kepada kebebasan pebelajar dalam melakukan pilihan tindakan belajar.

7. Pengukuran hasil belajar
Langkah terakhir dari disain pembelajaran model ini adalah melakukan pengukuran hasil belajar, yang mencakup pengukuran tingkat keefektifan, efisiensi dan daya tarik pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan mengadakan pengamatan proses pembelajaran dan hasil belajar. Hasil kegiatan ini akan berupa bukti mengenai tingkat keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian pebelajar pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Efesiensi biasanya diukur dengan rasio antara keefektif dan jumlah waktu dan/atau biaya yang terpakai. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan pebelajar untuk tetap dan terus belajar.

D. EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER
Evaluasi pembelajaran menempati yang sangat strategis dalam proses belajar mengajar. Sedemikian penting evaluasi ini sehingga tidak ada satupun usaha untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran yang dapat dilakukan dengan baik tanpa disertai langkah evaluasi. Dalam hal ini setidak-tidaknya ada tiga manfaat evaluasi dalam pembelajaran, yaitu (1) memahami sesuatu, (2) membuat keputusan, dan (3) meningkatkan kualitas pembelajaran./
Sedikitnya ada 4 hal yang perlu kita perhatikan dalam memilih atau mengevaluasi sumber belajar yang digunakan, yaitu kesesuaian sumber belajar dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian sumber belajar dengan jenis pengetahuan, kesesuaian sumber belajar dengan sasaran, dan kemudahan memperoleh sumber belajar.

1. Kesesuaian sumber belajar dengan tujuan
Setiap tujuan pembelajaran pada hakikatnya membutuhkan sumber belajar tertentu untuk mencapainya. Untuk itu dalam menentukan sumber belajar harus mengacu kepada kata kerja yang digunakan sebagai indikatornya. Adapun yang perlu dihindari adalah jangan sampai kita mengganti tujuan yang akan dicapai karena keterbatasan dalam penggadaan media. Namun untuk mengantisifasi kemungkinan tersebut dianjurkan membuat alternative pemilihan media yang lain. Dengan demikian apabila sumber belajar yang diprioritaskan sulit memperolehnya atau menyediakannya, maka dianjurkan untuk menggunakan alternative berikutnya. Pemilihan media yang mengacu pada tujuan khusus pembelajaran atau kemampuan dasar juga memungkinkan digunakannya beraneka ragam sumber belajar dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam setiap kegiatan pembelajaran ada beberapa kemampuan dasar yang akan dicapai, dan setiap kemampuan dasar menuntut sumber belajar yang berbeda.

2. Kesesuaian sumber belajar dengan jenis pengetahuan.
Pemilihan media dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian media dengan jenis pengetahuan. Misalnya untuk pengetahuan yang bersifat verbal akan efektif bila menggunakan program kaset audio. Untuk pengetahuan yang bersifat factual akan lebih efektif bila menggunakan film, video atau media visual lainnya. Demikian juga halnya dengan pengetahuan yang berupa proses atau prosedural, media film atau televisi (visual gerak) akan lebih baik bila dibandingkan dengan media visual diam, seperti slide seri, OHT, foto, dan sebagainya. Kesesuaian sumber belajar dengan jenis pengetahuan secara konseptual isi bidang studi dibagi dalam beberapa jenis pengetahuan, verbal, visual, konsep, prinsip, proses, prosedural dan sikap. Setiap jenis pengetahuan membutuhkan sumber belajar tertentu untuk mencapainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun media yang cocok untuk semua jenis pengetahuan.

3. Keseuaian sumber belajar dengan sasaran (pebelajar).
Efektifitas suatu media akan tercapai bila penggunaanya disesuaikan dengan karakteristik pebelajar. Oleh karena itu pada saat memilih sumber belajar, selain memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai juga harus mengetahui secara tepat, siapa yang menjadi sasaran. Misalnya media televisi yang dirancang untuk tujuan tertentu, bisa tidak efektif bila digunakan untuk sasaran yang belum terbiasa dengan media tersebut. Karakteristik sasaran merupakan bahan pertimbangan dalam pemilihan media yang tepat.

4.Kemudahan memperoleh sumber belajar
Ada satu hal yang harus diingat dalam memilih sumber belajar, yaitu betapun bagusnya sesuatu media jika tidak mungkin untuk diadakan, maka tidak ada artinya. Untuk itu sebaiknya pilihlah sumber belajar yang mudah mendapatkannya, namun tetap efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk memilih suatu sumber belajar adalah memanfaatkan sumber belajar yang telah ada (termasuk lingkungan), melakukan modifikasi dan pengadaan suatu media baru. Pemilihan media sebagai sumber belajar adalah bagian penting dalam proses pembelajaran, sebab hanya media yang sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik pebelajar yang akan memberikan hasil yang efektif.
Implementasi pembelajaran berbasis aneka sumber membawa implikasi terhadap model dan teknik penilaiaan yang dilaksanakan. Penilaian yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran aneka sumber adalah asesmen otentik. Penilaian atau asesmen otentik diartikan sebagai proses penilaian kinerja perilaku pebelajar secara multi-dimensional pada situasi nyata. Sedangkan asesmen kinerja secara sederhana didefenisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan, penerapan pengetahuan dan ketrampilan, melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan pebelajar dalam proses maupun produk.. Karakteristik utama penilaian tidak hanya mengukur hasil belajar pebelajar (achievement), tetapi secara lengkap memberi informasi yang lebih jelas tentang proses pembelajaran.
Berbeda dengan pengukuran hasil belajar, penilaian sangat terkait dengan teori belajar. Salah satu teori belajar yang perlu diperhatikan adalah experiential learning yang dikembangkan oleh Rogers (1969). Teori ini membedakan dua jenis belajar yaitu cognitive learning yang berhubungan dengan pengetahuan akademik dan experiential learning yang berhubungan pengetahuan terapan. Teori ini menarik karena memperkenalkan konsep experiential learning yang ditandai oleh adanya keterlibatan pribadi, inisiatif diri, evaluasi diri, dan dampak langsung yang terjadi pada diri pebalajar dalam proses belajar. Oleh karena itu, menurut Rogers experiential learning merupakan landasan yang kuat bagi pertumbuhan dan perubahan pribadi. Teori ini menyimpulkan bahwa belajar harus dilakukan oleh pebelajar, sedangkan guru/dosen hanya sebagai fasilitator. Tugas pokok guru/dosen adalah menciptakan lingkungan belajar yang baik, membantu pebelajar merumuskan tujuan belajar, menyeimbangkan pertumbuhan intelektual dengan pertumbuhan emosional, menyediakan sumber belajar, berbagi rasa serta pemikiran dengan pebelajar dalam belajar tetapi tidak mendominasi.
Selama ini dalam penilaian pembelajaran hanya menilai pada satu kemampuan pokok yang disebut aspek kognitif. Saat ini terjadi perubahan sehingga dari satu aspek menjadi multi aspek. Aspek-aspek tersebut didasarkan pada teori kemampuan multiple dari Howard Gardener sejak pertengahan tahun 1980-an. Secara jelas Gardner menunjukkan adanya kelemahan pada sekolah yang hanya melakukan asesmen pada dua kemampuan dasar manusia saja yaitu kemampuan logical –mathematical dan verbal-linguistc, sedangkan kemampuan-kemampuan lain ditinggalkan. Dalam multiple-intellegent yang dikemukakan oleh Gardner setidak-tidaknya ada tujuh kemampuan dasar, (1) visual-spatial, (2) bodily-kinesthetic, (3) musical-rythmical, (4) interpersonal, (5) intrapersonal, (6) logical-matthematical, dan (7) verbal-linguistik. Teori ini memperlihatkan secara jelas bahwa asesmen hasil maupun proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa aspek kemampuan pebelajar tetapi harus mengukur seluruh aspek kemampuan pebelajar sehingga tertutup kemungkinan bahwa asesmen hanya dilakukan melalui tes baku..
Penilaian otentik merupakan suatu kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar pebelajar yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Untuk itu diperlukan data sebagai informasi yang diandalakan sebagai dasar pengambilan keputusn. Keputusan tersebut berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya pebelajar dalam mencapai suatu kompetensi. Data yang diperoleh guru selama pembelajaran berlangsung dapat dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau hasil belajar yang akan dinilai, penilaian kelas atau otentik lebih merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan, dalam hal ini nilai terhadap hasil belajar pebelajar berdasarkan tahapan belajarnya. Dari proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan pebelajar dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum. Penilaian kelas merupakan satu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar pebelajar, pengelohan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar pebelajar. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian untuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/ karya pebelajar (portfolio), dan penilaian diri. Dalam menilai kinerja pebelajar tersebut, perlu disusun kreteri yang dapat disepakati terlebih dahulu. Kriteria yang menyeluruh disebut rubric. Dengan demikian wujud asesmen outentik yang utama adalah task dan rubric. Selanjutnya task diartikan sebagai tugas, rubric( rubrik) diartikan sebagai kriteria penilaian.

E. PENUTUP
Peruahan paradigma pembelajaran terjadi dari berfokus pada penguasaan isi matapelajaran menjadi berfokus pada pengalaman belajar yang berorientasi pada proses pemerolehan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai. Sehubungan dengan pesatnya perkembangan dan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era informasi ini, para pendidik perlu menyadari sepenuhnya bahwa tugas pokoknya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah “upaya membelajarkan pebelajar bagaimana belajar”. Dalam belajar pebelajar tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar tetapi mencakup interaksi dengan semua sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai hasil yang diinginkan. Belajar dapat terjadi pada diri seseorang dari apa yang ia lakukan dan dari apa yang dia alami sebagai akibat dari apa yang dilakukannya. Di samping itu, seseorang juga dapat belajar dari pengalaman orang lain yang diekspresikannya melalui symbol-simbol. Jadi dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang erat antara belajar dan kegiatan yang dilakukan pebelajar dalam memberi makna terhadap apa yang ia lakukan. Oleh karena itu, tugas pendidik yang terutama adalah merencanakan, menciptakan dan menemukan kegiatan kegiatan yang bersipat menantang yang akan dapat membangkitkan prakarasa belajar pebelajar.berpikir, memberikan alasan-alasan secara logis dan menggunakan pemikirannya secara baik. Hal ini sangat penting sebagai landasan terciptanya masyarakat belajar sepanjang hayat dimana orang akan belajar terus secara bebas dan mandiri.
Dalam upaya mewujudkan masyarakat belajar sepanjang hayat dan untuk menghadapi era informasi dan pasar bebas tersebut, para guru/dosen harus berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar memiliki pengalaman belajar dari berbagai sumber, baik sumber belajar yang dirancang maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Oleh karena itu, guru sebagai perancang pembelajaran dalam merancang pembelajaran salah satu komponen yang perlu diperhatikan adalah menganalisis sumber-sumber belajar apa yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Perencanaan pembelajaran aneka sumber perlu dilakukan disebabkan: (1) dengan belajar berbasis aneka sumber, pebelajar dapat melakukan kegiatan belajar sesuai dengan gaya be;lajar yang dimilikinya, misalnya dengan jalan mendengarkan rekaman audio, siaran radio, dan melihat TV, video dan computer assisted instruction (CIA), dan lain-lain, (2) Kesempatan belajar karena hal ini sifatnya individual, maka seorang pebelajar dapat saja mengatur kapan waktu yang cocok buat mereka belajar, (3) Kemauan atau motivasi untuk belajar. Tanpa motivasi yang tinggi prestasi belajar akan sulit dicapai, walau bagaimanapun tersedianya berbagai aneka sumber belajar. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari belajar berbasis aneka sumber antara lain, (a) seseorang dapat belajar sesuai dengan kondisinya dan waktu belajar, (b) menimbulkan pemahaman yang lebih mendalam, (c) mendorong terjadinya pemusatan perhatian terhadap topic sehinggga pebelajar menggali lebih banyak informasi dan menghasilkan produk belajar yang lebih bermutu, (d) meningkatkan pembentukan ketrampilan berpikir seperti ketrampilan memecahkan masalah, memberikan pertimbangan-pertimbangan, (e) meningkatkan motivasi belajar, (f) mengurangi ketergantungan pada guru, (g) menumbuhkan kesempatan belajar yang baru, dan (g) menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi tantangan baru.




DAFTAR PUSTAKA

Abd. Hamid K., (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: PPs Unimed
AECT., (1977). Defenisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Degeng Nyoman Sudana (1989). Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti.
Degeng Nyoman Sudana., (1990). Design Pembelajaran: Teori ke Terapan. Malang: PPs IKIP Malang.
Dewi Padmo, dkk., (2003). Teknologi Pembelajaran: Upaya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Jakarta: Universitas Terbuka
Dick, Walter and Lou Carey, The Systematic Desing of instruction, Glenview, Illinois: Scott, Fores-man and Company, 1994
Edgar Dale., (1969). Audio in Teaching. New York: Holt Rinehart and Winston
Gafur A. (1986). Desain Instruktional. Solo: Tiga Serangkai
Gerlach, Vernon S. and Donal P. Ely. (1971). Teaching and Media: A Systematic Approach, Englewood Cliffs, New Jersey: prentice- Hall.
Gagne, Robert M, and Leslie J. Briggs, and Walter W Warge. (1992) Prenciples of Instructional Design, (4thed) Fort Worth, Tx: Hobcourt brace Ivanovich.
Heinich, Robert, Michael Molenda, James D. Russell, Sharon E. Smaldino. (1996) Instructional Media, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. A Simon & Schuster.
Kemp J.E., (1985). The Instructional Design Proses. New York: Harper & Row
Leshin Cynthia B. , Pollock Joeellyn, Reigeluth M.Charles., (1992). Instructional Design Strategies and Tactics. Englewood Cliff, New Jersey: Educational Technology Publication.
Plomp Tjeerd and Ely Donalp. P., (1996) International Encyclopedia of Educational Teechnology. New York: Pergamon
Reigeluth, C.M. (1983). Instructional Design Theories and Models: An Overview of Their Current Status. Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Seel B. Barbara (1995). Instructional Design Fundamentals. Englewood Cliff, New Jersey: Educational Technology Publications.
Shambaugh Neal, and Magliaro Susan G., (2006). Intructional Design: A Systematic Approach for Reflektive Practice. Boston: Pearson Education.
Suparman, Atwi, Desain Intruksional, Jakarta: PAU universitas Terbuka, 1993
Yusufhadi Miarso., (2004) Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
West Charles K., Farmer James A., and Wolff Philip M., (1991). Instructional Design: Implications From Cognitive Science. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Wiggins Grant and McTighe Jay. ( 2005). Understanding by Design. New Jersey:Pearson, Merrill Prentice Hall

Prof. Dr. Abdul Hamid, K.M.Pd

Prof. Dr. Abdul Hamid, K.M.Pd
Pelantikan DPC IPTPI Sumut

PROFILE

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Sebagai Wadah bagi Pengembang di bidang Teknologi Pendidikan di Sumatera Utara yang membantu memudahkan masalah pembelajaran

Bagaimana DPC IPTPI Sumut